revolusi wawonii
Selamat Datang d Blog saya
Asalamu Alaikum wr.wb, Pertama-tama Saya Ucapkan Terima kasih banyak Karena telah sempat mampir d Blog Saya dan tak lupa juga saya meminta maaf karena Blog ini belum terlalu sempurna, maklum masi dalam proses pembelajaran Untuk menjadikan Blog ini ketahap yang lebih baik lagi agar bisa menyajikan data-data penting.
Selasa, 04 Desember 2012
NASA : DESEMBER 2012 BUMI AKAN GELAP TOTAL
(Apakah itu benar atau tidak, lebih baik bersiaplah. Panik ada, tetap tenang, hanya berdoa Ingatlah untuk tersenyum lebih, lebih mencintai, mengampuni lebih .... Sehari-hari. Lebih baik menghindari bepergian selama bulan Desember 2012.)
NASA memprediksi jumlah pemadaman pada 23-25 ??Desember 2012 selama keselarasan alam semesta. Ilmuwan AS memprediksi perubahan Universe, pemadaman total planet selama 3 hari dari 23 Desember 2012. Ini bukan akhir dari dunia, itu adalah keselarasan alam semesta, di mana matahari dan bumi akan menyelaraskan untuk pertama kalinya. Bumi akan bergeser dari dimensi ketiga saat ini ke nol dimensi, kemudian beralih ke dimensi sebagainya. selama ini
transisi, seluruh Semesta akan menghadapi perubahan besar, dan kita akan melihat sebuah dunia baru seluruh merek.
3 hari pemadaman diperkirakan terjadi pada Des 23, 24 dan 25 .... selama ini, tetap tenang yang paling penting, berpelukan, berdoa berdoa berdoa, tidur selama 3 malam ... dan mereka yang bertahan hidup akan menghadapi sebuah dunia baru .... bagi mereka yang tidak siap, banyak orang akan mati karena takut. Be happy ..., menikmati setiap saat sekarang. Jangan khawatir, berdoa kepada Tuhan setiap hari.
Ada banyak pembicaraan tentang apa yang akan terjadi pada tahun 2012, tetapi banyak orang tidak percaya, dan tidak ingin membicarakannya karena takut menciptakan ketakutan dan panik. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi perlu mendengarkan bicara NASA USA mengenai persiapan.
Rabu, 04 April 2012
MAKALAH TENTANG PIDANA MATI DAN PIDANA PENJARA DALAM PRESPEKTIF HAM
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara
nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau darui sudut subyeknya, penegakan
hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan
sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap
hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan
hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam
arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan
sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan
tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu
diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum itu
dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal
ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas,
penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung
didalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
masyarakat. Tatapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut
penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan
perkataan Law enforcement ke dalam bahasa indonesia dalam menggunakan
perkataan Penegakan Hukum dalam arti luas dapat pula digunakan istilah Penegakan
Peraturan dalam arti sempit. Pembedaan antara formalita aturan hukum yang
tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul
dalam bahasa inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah the rule of law
atau dalam istilah the rule of law and not of a man versus istilah the
rule by law yang berarti the rule of man by law Dalam istilah the rule of
law terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang
formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya. Karena itu, digunakan istilah the rule of just law. Dalam istilah the
rule of law and not of man, dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya
pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh
orang. Istilah sebaliknya adalah the rule by law yang dimaksudkan
sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat
kekuasaan belaka.
Bermacam-macam cara pemidanaan
ataupun ancaman hukuman yang dalam hal ini hukum pidana sebagai sarana untuk
menegakkan hukum. Pidana mati merupakan salah satu jenis cara penegakan hukum
pidana yang paling kontroversial didunia. Dari jaman Babilonia hingga saat ini,
hukuman tersebut masih digunakan sebagai salah satu sangsi bagi mereka yang
dituduh/terbukti melakukan satu tindak kejahatan. Tidak ada catatan yang pasti
menyatakan awal digunakannya hukuman mati.
Pidana mati dapat dikatakan
sebagai pidana yang paling kejam, karena tidak ada lagi harapan bagi terpidana
untuk memperbaiki kejahatannya (Djoko Prakoso, 1987: 32). Eksekusi pidana mati
sepanjang sejarah dilaksanakan dengan berbagai macam cara. Ketika manusia masih
dalam tingkat pemikiran dan teknologi yang belum semaju seperti sekarang ini,
caranya sungguh kejam dan tidak berperikemanusiaan kalau kita menilainya dari
sudut pandang masa kini.
Pidana penjara seumur
hidup akan selalu dihadapkan dengan suatu persoalan pergulatan tentang
kemanusiaan. Disatu sisi pidana penjara seumur hidup digunakan sebagai sarana
represif untuk melindungi masyarakat dari perbuatan dan pelaku kejahatan yang
dipandang sangat membahayakan. Namun di sisi lain pidana penjara seumur hidup
meniadakan hak narapidana mengakhiri masa menjalankan pidana. Garis kebijakan
tujuan pelaksanaan pidana di Indonesia adalah pemasyarakan sebagaimana diatur
dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Meskipun pidana penjara
seumur hidup dalam kenyataannya masih digunakan, namun dalam praktik
pelaksanaannya cenderung berusaha untuk menyesuaikan dengan sistem
pemasyarakatan yang berorientasi pembinaan. Hal demikian ditempuh untuk
mengatasi benturan kepentingan dalam konsep pemasyarakatan yang berorientasi
kepada rehabilitasi dan resosialisasi narapidana untuk kembali ke masyarakat
dan kepentingan untuk memisahkan narapidana dengan masyarakat dalam jangka
waktu lama. Perlu kearifan dalam memandang tujuan pemidanaan yang tidak
bermaksud semata memisahkan pelaku kejahatan dari masyarakat dalam jangka waktu
lama demi alasan suatu pelanggaran hukum. Meskipun pemidanaan disahkan sebagai
konsekuensi atas suatu perbuatan yang melanggar hukum, namun secara substansial
dan pelaksanaanya hendaknya menghormati narapidana sebagai manusia yang
dijadikan obyek pemidanaan. Bagaimanapun tidak ada perbuatan yang secara
absolut terus menerus membahayakan masyarakat dan tidak ada pelaku kejahatan
yang memiliki kesalahan absolut atau sama sekali tidak dapat diperbaiki. Jika
demikian faktanya bukankah suatu hal yang berlebihan apabila pidana penjara
diterapkan hanya semata-mata difokuskan kepada perampasan kebebasan seseorang
selama hidup tanpa memberi kesempatan untuk kembali kepada masyarakat ?.
Bukankah hal demikian merupakan pemidanaan yang cenderung melanggar HAM
seseorang, yakni hak kebebasan yang menurut hukum dilindungi keberadaannya.
1.2.
Perumusan Masalah
1.
Eksitensi Pidana Mati dalam prespektif
HAM ?
2.
Eksitensi Pidana Penjara dalam
prespektif HAM ?
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1. Pidana Mati
dalam presppektif HAM
A.
Analisis hukuman mati menurut ketentuan internasional Hak Asasi Manusia Internasional
Jika dikaji lebih mendalam sesuai
dengan ketentuan DUHAM, terdapat beberapa pasal didalam DUHAM yang tidak
memperbolehkan hukuman mati, antara lain:
Berdasarkan Pasal 3 ” Setiap
orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan, dan keamanan pribadi ”. Bentuk
yang paling ekstrim dari pelanggaran hak untuk hidup ini ialah pembunuhan atau
melukai jasmai atau rohani dari seseorang ataupun dari kelompok ( Leah Levin,
1987: 45). Hukuman mati jelas telah melanggar pasal ini, dimana orang yang
dijatuhi hukuman mati telah dirampas kehidupannya, kemerdekaannya, keamanan
pribadinya. Bagaimanapun juga hukuman mati adalah hukuman yang sangat melanggar
hak untuk hidup bagi manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan.Dapat dilihat banyak
orang yang telah dijatuhi hukuman mati, antara lain koruptor di Cina, Saddam
Hussein, ataupun lainnya. Namun seperti kasus Rwanda dan Yugoslavia pelaku
pelanggaran HAM hanya diganjar dengan hukuman maksimal pidana seumur hidup,
karena hukuman mati di jaman modern ini mulai ditinggalkan oleh negara-negara
di dunia, meskipun masih ada beberapa negara yang masih melaksanakannya dengan
berbagai cara, seperti digantung, ditembak, dan disuntik. Bagaimanapun caranya
hukuman mati tetap saja melukai diri dan mengambil hak hidup dari seseorang.
Jika pidana mati ditinjau menurut
Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil politik yaitu Pasal 6 ayat (1) Pada
setiap insan manusia melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh
hukum. Tidak seorangpun insan manusia yang secara gegabah boleh dirampas
kehidupannya. Seperti halnya dijelaskan pada Pasal 3 DUHAM bahwa
pelaksanaan eksekusi mati, telah melanggar pasal 6 ayat (1), eksekusi mati pada
dasarnya menimbulkan kesakitan fisik dan dirampasnya hak hidup dari seseorang,
dan ini yang bertentangan dengan Pasal 6 ayat (1) ICCPR dan Pasal 3 DUHAM.
Meskipun banyak negara belum menghapuskan hukuman mati antara lain Indonesia,
Cina dan negara Irak belum menghapuskan hukuman mati, yang menjadi permasalahan
adalah tidak adanya pemenuhan dan pengaturan yang jelas terhadap pelaksanaan
pidana hukuman tersebut baik itu dalam proses penangkapan maupun dalam
pelaksanaan pemeriksaan di persidangan, sehingga hal tersebut bertentangan
dengan konsep the rule of law dimana terdapatnya pengaturan yang jelas
baik itu persamaan kedudukan di muka hukum dan juga terdapatnya peradilan yang
bebas dan tidak memihak yang berimberimplikasi kekuasaan kehakimanh yang
merdeka.
Pasal 6 ayat (2) Kovenen
Internasional Tentang Hak Sipil Politik menyatakan bahwa Di negara-negara
yang belum menghapuskan hukuman mati, putusannya dapat diberikan hanya untuk
kejahatan yang paling berat, sesuai dengan undang-undang yang berlaku pada
waktu kejahatan demikian dilakukan, dan tanpa melanggar suatu ketentuan dari
Kovenan ini dan Konvensi Tentang Pencegahan Dan Penghukuman Kejahatan
Pemusnahan (suku) Bangsa. Hukuman ini hanya boleh dilaksanakan dengan putusan
terakhir dari pengadilan yang berwenang. Lebih lanjut Pasal 6 ayat (4)
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik mengatur bahwa Seseorang yang
telah dihukum mati harus mempunyai hak untuk memohon pengampunan atau
keringanan hukuman. Amnesti, pengampunan, atau keringanan hukuman mati dapat
diberikan dalam segala bab. Dalam hal ini menurut uraian diatas penulis
mencoba berpendapat dengan memperhatikan beberapa aspek, karena dalam memahami
suatu peraturan hendanknya diperhatikan aspek filosofis, sosiologis, dan
yuridis dalam dilakukannya ataupun diterapkannya pidana mati, meskipun dalam
HAM hukuman mati dilarang karena tidak sesuai dengan Pasal 3 DUHAM dan juga
banyak dari negara di dunia yang telah menghapuskan hukuman mati.
Di samping pengaturan tentang hak
dasar yaitu hak untuk hidup yang diatur dalam DUHAM tersebut yang dalam hal ini
dihubungkan dengan hukuman mati, terdapat pengecualian terhadap pelaksanaan hak
tersebut yaitu dengan adanya pemahaman mendalam terhadap adanya derogable
rights, yaitu dalam hal yang pertama ”a public emergency which treatens
the life of nation” dapat dijadikan dasar untuk membatasi pelaksanaan
hak-hak kebebasan dasar, dengan syarat bahwa kondisi keadaan darurat (public
emergency) tersebut harus diumumkan secara resmi (be officially
proclaimed), bersifat terbatas serta tidak boleh diskriminatif. (Muladi,
2004 : 101). Hal tersebut diatur secara limitatif dalam Kovenan Internasional
Tentang Hak Sipil dan Politik, dalam Pasal 4 ayat (1) ICCPR menyatakan, dalam
keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan bangsa dan terdapatnya keadaan
darurat tersebut telah diumumkan secara resmi, negara-negara pihak pada kovenan
ini dapat mengambil upaya-upaya yang menyimpang (derogate) dari
kewajiban mereka berdasarkan kovenan ini, sejauh hal itu dutuntut oleh situasi
darurat tersebut, dengan ketentuan bahwa upaya-upaya tersebut tidak
bertentangan dengan kewajiban negara-negara pihak itu menurut hukum
internasional, dan tidak menyangkut diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit,
jenis kelamin, bahasa, agama, dan asal-usul sosial, sehingga vonis mati yang
dijatuhkan terhadap Saddam tidak bertentangan dengan Pasal 3 DUHAM, karena kejahatan
yang dilakukan adalah kejahatan HAM berat dan memenuhi ketentuan Pasal 4 ICCPR.
2.2. PIDANA PENJARA DALAM PERSFEKTIF HAM
Pidana penjara merupakan pidana
hilang kemerdekaan bergerak. Sistem Pidana penjara mulai di kenal di Indonesia
melalui KUHP (Wet Buek Van Strefrecht) tepatnya pada pasal 10 yang
menyebutkan pidana terdiri dari :
a. Pidana Pokok
- Hukuman mati
- Hukuman penjara
- Hukuman kurungan
- Hukuman denda
b. Pidana Tambahan
- Pencabutan hak-hak tertentu
- Perampasan barang-barang
tertentu
- Pengumuman putusan hakim.
Hal ini menarik untuk dikaji pada pidana pokok
khususnya poin kedua yaitu Pidana Penjara. Menurut rancangan Undang-undang KUHP
yang baru dikaitkan dengan rumusan-rumusan sanksi pidana dari berbagai
peraturan Perundang-undangan yang sedang berlaku. Lembaga Pemasyarakatan
sebagai tempat untuk menjalankan pidana hilang kemerdekaan Bergerak bagi
seseorang yang karena perbuatannya melanggar hukum dan dinyatakan bersalah
serta di putus dalam persidangan dan putusan tersebut telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Dalam menetapkan pidana yang dijatuhkan harus dipahami
benar apa makna dari kejahatan, penjahat dan pidana itu sendiri . Apakah sudah
setimpal dengan berat dan sifat kejahatan yang dilakukan oleh sipelaku pidana
yang telah dijatuhi hukuman oleh hakim tidak cukup untuk mengatakan bahwa
pidana itu harus sesuai dengan ancaman pidana yang terdapat dalam peraturan per
Undang – undangan yang berlaku.
Pidana termasuk tindakan,
Bagaimanapun juga merupakan suatu penderitaan bagi yang dikenainya, Oleh karena
itu sudah sewajarnyalah tidak henti – hentinya untuk mencari dasar, tujuan
serta hakekat dari pidana dan pemidanaan, untuk memberikan pembenaran dari
pidana itu .
Jenis pidana yang paling
sering dijatuhkan pada saat ini adalah pidana pencabutan kemerdekaan khususnya
pidana penjara . Pidana pencabutan kemerdekaan atau pidana penjara dilaksanakan
dibelakang tembok yang tebal yang sama sekali asing bagi narapidana
Mencermati kalimat “PIDANA PENJARA” mengandung
pengertian bahwa tata perlakuan terhadap Narapidana belum berubah, karena
PENJARA berasal dari PENJORO (Jawa) yang berarti taubat atau jera, di penjara
atau dibuat jera (Koesnoen, RA, 1961 : 9). Walaupun tujuan dari Pidana Penjara
itu sendiri adalah Pemasyarakatan. Hal ini berbeda dengan pidana lainnya, yang
bunyi kalimatnya Pidana mati. Tujuan dan perlakuannya adalah terpidana tersebut
di Hukum Mati atau dibuat Mati, begitu juga Pidana Denda artinya Narapidana
tersebut di denda.
Lain halnya dengan Pidana Penjara yang mengandung
pengertian tata perlakuan terhadap Narapidana tersebut di buat jera agar tidak
mengulangi lagi perbuatan yang melanggar hukum Hal ini akan mengandung persepsi
yang berbeda-beda karena membuat orang jera akan di tempuh berbagai macam cara.
Padahal tidak demikian maksud dari Pidana Penjara,
yang sebenarnya adalah satu-satunya derita yang diberikan oleh Negara adalah
dihilangkannya kemerdekaan bergerak dan di bimbing terpidana agar bertaubat, di
didik supaya menjadi seorang anggota masyarakat sosial di Indonesia yang berguna
Hal ini sesuai dengan orasi ilmiah Dr. Soeardjo, SH
pada penerimaan gelar Doktor Honoris Causa dalam ilmu hukum, oleh Universitas
Indonesia di Istana Negara pada tanggal 5 Juli 1963. Merumuskan bahwa tujuan
Pidana penjara adalah “Disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena
hilangnya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertaubat, mendidik
supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosial di Indonesia yang berguna”.
Gagasan tersebut sebagai tonggak sejarah lahirnya tata perlakuan yang lebih
baik terhadap Narapidana yang melahirkan prinsip-prinsip pemasyarakatan,
kemudian dirumuskan dalam suatu sistem yaitu Sistem Pemasyarakat
Kajian lebih lanjut adalah bagaimana istilah pidana
penjara ini di di ganti menjadi “Pidana Hilang Kemerdekaan Bergerak” yang
kemudian melahirkan suatu Sistem pemidanaaan yang harus berubah tidak lagi
berorientasi pada membuat pelaku menjadi jera akan tetapi lebih berorientasi
pada Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam Lembaga Pemasyarakatan
untuk memperbaikinya agar hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan.
Pemasyarakatan merupakan bagian akhir dari Sistem
Pemidanaan dalam Tata Peradilan Terpadu adalah bagian Integral dari Tata
Peradilan Terpadu (Integrated Criminal Justice system). Sehingga di tinjau dari sistem
kelembagaan, cara pembinaan dan petugas Pemasyarakatan merupakan bagian akhir
yang tak terpisahkan dari satu proses penegakkan hukum. Oleh sebab itu sudah
seharusnya oleh menyamakan visi dan misi serta persepsi, sehingga tujuan dari
pada penegakkan hukum akan tercapai.
Sehubungan dengan tujuan Pemidanaan Sahetapy yang juga
berorientasi pada pandangan filosofi Pancasila berpendapat bahwa :
Pemidanaan sebaiknya bertujuan pembebasan. Dijelaskan
selanjutnya bahwa makna pembebasan menghendaki agar si pelaku bukan saja harus
dibebaskan dari alam pikiran yang jahat, yang keliru, melainkan ia harus pula
dibebaskan dari kenyataan sosial dimana ia terbelenggu .
Pidana Penjara merupakan suatu sistem perlakuan
pelanggaran hukum yang pada dasarnya memberi pola perlakuan reintegrasi yang
bertujuan memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan
Narapidana dalam kapasitasnya sebagai mahluk pribadi dan mahluk social dalam
konteks Hak Asasi nya subagai Manusia, Pemulihan kesatuan ini memiliki masalah
yang sangat kompleks. Masalah pembinaan pelangar hukum adalah pembinaan manusia
dari segala sisi termasuk yang paling prinsip yakni sisi HAMnya. Dalam upaya
pemulihan kesatuan ini, yang terpenting adalah proses yang berfungsi sebagai
katalisator pencapaian tujuan tersebut.
Proses Pidana Penjara dalam Lembaga Pemasyarakatan
sebagai katalisator pencapaian tujuan tersebut adalah merupakan proses
integrasi yang menggalang semua aspek kemasyarakatan secara integral, termasuk
aspek kehidupan Narapidana. Proses Pemasyarakatan adalah proses gotong royong
yang terjalin antara Narapidana, Petugas dan Masyarakat. Oleh sebab itu dalam
perspektif HAM dan untuk memberikan “keadilan” perlakuan terhadap
Narapidana yang terkena pidana penjara tidak mutlak harus dengan cara-cara
kekerasan.
Menurut Salmond, terdapat beberapa karateristik atau
ciri dari hak yang di atur oleh hukum yaitu :
1. melekat pada
seseorang, orang ini disebut sebagai pemilik hak (the owner of the righ)atau
pemegang hak (the subject of it, the person entitled, or the person inherence).
2. seseorang
yang terkena oleh hak itu terikat oleh suatu kewajiban (the person bound to)
atau subjek dari kewajiban (the subject of duty atau the person of incidence).
3. hak ini
mewajibkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan bagi
pemegang hak, inilah yang merupakan isi suatu hak.
4. melakukan
atau tidak melakukan perbuatan tadi berkaitan dengan suatu objek tertentu
(object or subject matter of the righ).
5. setiap hak
memiliki title atau fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang atas dasar itu
hak tersebut melekat pada seseorang.
Dengan demikian fungsi Pidana Penjara, tidak lagi
sekedar penjaraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitas dan reintegrasi
sosial. Pidana Penjara seharusnya merupakan Sistem Pemasyarakatan menitik
beratkan pada usaha perawatan, pembinaan, pendidikan dan bimbingan bagi warga
binaan yang bertujuan untuk memulihkan kesatuan yang asasi antara induvidu
warga binaan dan masyarakat.
Pelaksanaan pidana penjara di lembaga pemasyarakatan
didasarkan atas prinsip-prinsip Sistem Pemasyarakatan dengan tujuan agar
menjadi warga yang baik dan berguna. Warga binaan dalam Sistem Pemasyarakatan
mempunyai hak-hak asasi untuk memperoleh pembinaan rohani dan jasmani serta
dijamin untuk menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar baik
keluarganya maupun pihak lain, memperoleh informasi baik melalui media cetak
maupun elektronik, memperoleh pendidikan yang layak dan sebagainya.
Hak-hak ini seharusnya diperoleh secara otomatis tanpa
dengan syarat atau kriteria tertentu, walaupun seseorang dalam kondisi yang di
pidana penjara.agar hak narapidana ini dapat terselenggara dengan baik maka
sistem penjara yang nota benenya adalah pembalasan terhadap pelaku tindak
pidana harus dirubah ke sistem pemasyarakatan yang bertujuan untuk memulihkan
narapida dengan tetap berorientasi kepada kesatuan hak asasi antara induvidu
dan masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hukuman mati masih diterapkan
di Indonesia dan tertuang dalam hukum positif Indonesia yaitu Pasal 10 KUHP dan
termasik sebagai pidana pokok, hal tersebut juga didukung dengan kualifikasi
tindak pidana yang bisa dikategorikan ataupun diancam dengan pidana mati antara
lain tindakan makar, ataupun mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia
begitu juga dalam Rancangan KUHP juga terdapat pengaturan pidana mati.
2. Pidana Penjara merupakan suatu sistem perlakuan pelanggaran hukum yang pada
dasarnya memberi pola perlakuan reintegrasi yang bertujuan memulihkan kesatuan
hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Narapidana dalam kapasitasnya sebagai
mahluk pribadi dan mahluk social dalam konteks Hak Asasi nya subagai Manusia,
Pemulihan kesatuan ini memiliki masalah yang sangat kompleks. Masalah pembinaan
pelangar hukum adalah pembinaan manusia dari segala sisi termasuk yang paling
prinsip yakni sisi HAMnya. Dalam upaya pemulihan kesatuan ini, yang terpenting
adalah proses yang berfungsi sebagai katalisator pencapaian tujuan tersebut.
B. Saran-saran
1. Bagi aparat penegak hukum,
khususnya bagi para pembuat produk hukum hendaknya lebih memperhatikan aspek
kemanusiaan dalam hal membuat suatu rumusan yang berisi tentang pidana mati,
dan juga terhadap aparat penegak hukum harus lebih memperhatikan aspek kedepan
beserta alasan tentang penerapan pidana mati.
2. Bagi seluruh masyarakat
hendaknya mematuhi hukum yang bertujuan untuk mencapai keadilan dal ketertiban,
karena dengan tertibnya hukum dapat tercipta suatu kondisi yang nyaman, serta
memperhatikan ketentuan internasional hak asasi manusia dalam penerapan pidana
mati.
DAFTAR PUSTAKA
Afif Hasbullah. 2005. Politik Hukum Ratifikasi Konvensi Ham Di Indonesia
Upaya Mewujudkan Masyarakat Yang Demoktatis. Lamongan : UNISDA.
Andi Hamzah dan Sumangelipu.1985. Pidana Mati di Indonesia dii Masa Lalu, Kini, dan
di Masa Depan. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Anonim. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Right) 1948
_________. Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil
dan Politik (International Covenant on Civil and Political Right).
_________. 2007. Legalitas
Pidana Mati. .http://blog.360.yahoo.com /blogFY.YCdA3eqJBaePF0zjgLK9R?p=6.
[12 September 2007]
Arie Siswanto. 2005. Yuridiksi
Material Mahkamah Kejahatan Internasional. Bogor : Ghalia Indonesia.
Bambang Sunggono dan Aries
Harianto. 2001. Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Bandung : Mandar Maju.
Boer Mauna. 2003. Hukum Internasional Pengertian
Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung : Alumni.
Davidson, Scott. Hak Asasi Manusia. 1994.
Jakarta : Grafiti.
Djoko Prakoso. 1987. Masalah Pidana Mati (Soal
Jawab). Jakarta: Bina Aksara.
Web Site : http://ayub.staff.hukum.uns.ac.id/artikel-artikel/hukuman-mati-menurut-perspektif-ham-internasional/
Tugas : Hukum Pantesier
PIDANA
MATI DAN PIDANA PENJARA DALAM PRESPEKTIF HAM
Oleh
HARDIANSYAH
HIAI 09 283
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
Kamis, 29 Desember 2011
ANALISIS PASAL 285 KUHP TENTANG PERKOSAAN
DALAM PERSPEKTIF HUKUM KRITIS*
Hukum pada hakekatnya adalah dibentuk untuk mengatur hidup manusia dan mempermudah hidup manusia. Jadi memang selayaknya hukum tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan manusia, ubi societas ubi ius, dimana ada manusia disitu ada hukum.
Namun demikian hukum dalam arti hukum positif yang dianut oleh sebagian besar negara, termasuk Indonesia, nampaknya tidak lagi dapat memenuhi tuntutan perkembangan kehidupan manusia yang lebih kompleks. Hukum positif dalam arti hukum (peraturan perundang-undangan) yang berlaku saat ini dan dibuat secara prosedur formal oleh organ negara sudah tidak mampu menjangkau fenomena di dunia nyata. Maka tidak salah apa yang dikatakan Karl Max bahwa hukum (positif) senantiasa ketinggalan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi.
Dengan demikian, menurut teori hukum kritis (Critical Legal Studies) hukum positif yang ortodoks dan ‘kuno’ yang sudah ketinggalan zaman tersebut seharusnya sudah ditinggalkan serta perlu pengkajian ulang secara mendalam terhadap hukum positif yang ada. Sehingga menurut Satjipto Raharjo hukum itu tidak boleh mandeg dan mati, hukum harus terus berkembang mengiringi kehidupan manusia.
Analisis Pasal 285 KUHP dalam Perspektif Hukum Kritis
Teori atau studi hukum kritis menghendaki pembaharuan terhadap hukum positif yang dinilai ortodoks, kuno, dan formalistik dengan pendekatan yang lebih kritis. Studi hukum kritis memandang bahwa hukum positif yang berlaku tidak selamanya sesuai karena masyarakat terus berkembang dan hukum positif akan ketinggalan dengan fenomena itu.
Salah satu peraturan dalam hukum positif yang dapat dianalisis dari sudut pandang teori hukum kritis adalah pasal 285 KUHP tentang perkosaan. Dalam pasal ini perkosaan dirumuskan sebagai tindakan “… dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia…”. Unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana ini antara lain: dengan kekerasan atau ancaman kekerasa; memaksa perempuan yang bukan istrinya; untuk melakukan hubungan seksual (bersetubuh). Dalam konteks masyarakat saat ini, rumusan ini tentunya sangat ketinggalan zaman, karena kejahatan perkosaan saat ini mengalami perkembangan yang luar biasa baik modus operandi dan modelnya.
Misalnya; bagaimana jika seandainya “perkosaan” itu terjadi tidak dalam bentuk persetubuhan (contohnya dengan memasukkan penis ke mulut dan anus atau memasukkan benda-benda lain ke vagina), bagaimana jika perkosaan tersebut terjadi terhadap istri (marital rape) atau bagaimana jika korban perkosaan itu adalah laki-laki? tentunya pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh hukum positif. Jika para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) tetap menggunakan hukum positif dan logika formal (pasal 285 KUHP) an sich dalam kasus-kasus perkosaan, maka kemungkinan akan banyak kasus perkosaan dan pemerkosa yang lepas dari jeratan hukum karena perbuatannya tersebut tidak termasuk dalam unsur-unsur pasal 285 KUHP. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam KUHP tersebut sangat wajar mengingat usia KUHP saat ini lebih dari 60 tahun.
Dengan demikian, menurut studi hukum kritis penerapan pasal 285 KUHP secara an-sich oleh aparat penegak hukum harus sudah mulai ditinggalkan. Artinya, aparat penegak hukum harus membuka wacananya bahwa kejahatan perkosaan terus berkembang sehingga tidak hanya menerapkan hukum secara tekstual menggunakan logika formal, tetapi juga kontekstual menggunakan nalar dan hati nurani sebagai pisau alanisis dalam menyelesaikan perkara hukum.
Di Indonesia, praktek penggunaan analisis hukum kritis ini bukan barang baru, hal ini sudah diperkenalkan oleh Bismar Siregar, seorang Hakim yang sangat hebat di era tahun 1980-an yang berani menggunakan nalar pikirnya melampaui hukum positif yang ada pada waktu itu. Meskipun pada akhirnya putusannya dimentahkan oleh pengadilan yang lebih tinggi, namun dari situ dapat dilihat bahwa kelemahan hukum positif adalah tidak mampu menjangkau perkembangan kehidupan manusia yang sangat kompleks, sehingga perlu dilakukan kritik dan pembaharuan terhadap hukum secara terus menerus.
KUHP sebagai landasan hukum positif dalam bidang kepidanaan harus segera diperbahui mengingat usianya yang sudah ‘tua’ dan sudah tidak dapat mengikuti perkembangan dunia kriminalitas yang semakin pesat dan canggih. Penerapan kajian hukum kritis terhadap hukum positif harus ditingkatkan, khususnya oleh aparat penegak hukum. Karena saat ini hakim dan penegak hukum lainnya tidak lagi hanya sebagai corong undang-undang, tetapi juga harus kritis dalam menerapkan hukum agar tercipta keadilan dalam masyarakat.
Namun demikian hukum dalam arti hukum positif yang dianut oleh sebagian besar negara, termasuk Indonesia, nampaknya tidak lagi dapat memenuhi tuntutan perkembangan kehidupan manusia yang lebih kompleks. Hukum positif dalam arti hukum (peraturan perundang-undangan) yang berlaku saat ini dan dibuat secara prosedur formal oleh organ negara sudah tidak mampu menjangkau fenomena di dunia nyata. Maka tidak salah apa yang dikatakan Karl Max bahwa hukum (positif) senantiasa ketinggalan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi.
Dengan demikian, menurut teori hukum kritis (Critical Legal Studies) hukum positif yang ortodoks dan ‘kuno’ yang sudah ketinggalan zaman tersebut seharusnya sudah ditinggalkan serta perlu pengkajian ulang secara mendalam terhadap hukum positif yang ada. Sehingga menurut Satjipto Raharjo hukum itu tidak boleh mandeg dan mati, hukum harus terus berkembang mengiringi kehidupan manusia.
Analisis Pasal 285 KUHP dalam Perspektif Hukum Kritis
Teori atau studi hukum kritis menghendaki pembaharuan terhadap hukum positif yang dinilai ortodoks, kuno, dan formalistik dengan pendekatan yang lebih kritis. Studi hukum kritis memandang bahwa hukum positif yang berlaku tidak selamanya sesuai karena masyarakat terus berkembang dan hukum positif akan ketinggalan dengan fenomena itu.
Salah satu peraturan dalam hukum positif yang dapat dianalisis dari sudut pandang teori hukum kritis adalah pasal 285 KUHP tentang perkosaan. Dalam pasal ini perkosaan dirumuskan sebagai tindakan “… dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia…”. Unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana ini antara lain: dengan kekerasan atau ancaman kekerasa; memaksa perempuan yang bukan istrinya; untuk melakukan hubungan seksual (bersetubuh). Dalam konteks masyarakat saat ini, rumusan ini tentunya sangat ketinggalan zaman, karena kejahatan perkosaan saat ini mengalami perkembangan yang luar biasa baik modus operandi dan modelnya.
Misalnya; bagaimana jika seandainya “perkosaan” itu terjadi tidak dalam bentuk persetubuhan (contohnya dengan memasukkan penis ke mulut dan anus atau memasukkan benda-benda lain ke vagina), bagaimana jika perkosaan tersebut terjadi terhadap istri (marital rape) atau bagaimana jika korban perkosaan itu adalah laki-laki? tentunya pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh hukum positif. Jika para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) tetap menggunakan hukum positif dan logika formal (pasal 285 KUHP) an sich dalam kasus-kasus perkosaan, maka kemungkinan akan banyak kasus perkosaan dan pemerkosa yang lepas dari jeratan hukum karena perbuatannya tersebut tidak termasuk dalam unsur-unsur pasal 285 KUHP. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam KUHP tersebut sangat wajar mengingat usia KUHP saat ini lebih dari 60 tahun.
Dengan demikian, menurut studi hukum kritis penerapan pasal 285 KUHP secara an-sich oleh aparat penegak hukum harus sudah mulai ditinggalkan. Artinya, aparat penegak hukum harus membuka wacananya bahwa kejahatan perkosaan terus berkembang sehingga tidak hanya menerapkan hukum secara tekstual menggunakan logika formal, tetapi juga kontekstual menggunakan nalar dan hati nurani sebagai pisau alanisis dalam menyelesaikan perkara hukum.
Di Indonesia, praktek penggunaan analisis hukum kritis ini bukan barang baru, hal ini sudah diperkenalkan oleh Bismar Siregar, seorang Hakim yang sangat hebat di era tahun 1980-an yang berani menggunakan nalar pikirnya melampaui hukum positif yang ada pada waktu itu. Meskipun pada akhirnya putusannya dimentahkan oleh pengadilan yang lebih tinggi, namun dari situ dapat dilihat bahwa kelemahan hukum positif adalah tidak mampu menjangkau perkembangan kehidupan manusia yang sangat kompleks, sehingga perlu dilakukan kritik dan pembaharuan terhadap hukum secara terus menerus.
KUHP sebagai landasan hukum positif dalam bidang kepidanaan harus segera diperbahui mengingat usianya yang sudah ‘tua’ dan sudah tidak dapat mengikuti perkembangan dunia kriminalitas yang semakin pesat dan canggih. Penerapan kajian hukum kritis terhadap hukum positif harus ditingkatkan, khususnya oleh aparat penegak hukum. Karena saat ini hakim dan penegak hukum lainnya tidak lagi hanya sebagai corong undang-undang, tetapi juga harus kritis dalam menerapkan hukum agar tercipta keadilan dalam masyarakat.
Senin, 03 Oktober 2011
Makala Perkembangan Hukum Perbankkan Di Indonesia
Tugas : Hukum Perbankkan
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERBANKKAN DI INDONESIA
OLEH :
HARDIANSYAH
H1A1 O9 282
UNIVERSITAS HALUOLEO
FAKULTAS HUKUM
KENDARI
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah subhana wata’ala karena atas berkat, rahmat dan karunianyalah sehinnga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan, meskipun di dalamnya masih terdapat kesalahan.
Penyusunan meteri hukum perbankkan dilakukan semata-mata untuk mengetahui tentang sejarah perkembangan hukum perbankkan Indonesia, serta di susun berdasarkan sistematika perkuliahan yang ditetapkan dalam rambu-rambu pelaksanaan mata kuliah hukum perbankan.
Pada kesempatan ini penulis tak lupa mengucapkan terima kasih terutama pada bidang studi hukum perbankkan. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karna itu kritik dan saran masih diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, Amin.
Kendari, September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHLUAN
A. Latar Belakang Penulisan...............................................................................
B. Tujuan Penulisan............................................................................................
C. Manfaat Penulisan....................................................................................
BAB II Tinjauan Umum Tentang Aspek-aspek Dalam Perbankkan
- Pengertian Hukum Perbankkan...................................................................
- Uraian Tentang Jenis-jenis Bank..............................................................
- Kewajiban Dan Tanggung Jawab Bank Menurut UU Perbankan..................
BAB III Sejarah Perkembangan Hukum Perbankkan
- Sejarah Lahirnya Hukum Perbankkan Di Dunia..........................................
- Sejarah Hukum Perbankkan Di Inggris........................................................
- Sejarah Hukum Perbankkan Di Amerika Serikat.........................................
- Sejarah Hukum Perbankan Di Indonesia.......................................................
BAB IV PENUTUP
- Kesimpulan...........................................................................................
- Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankkan di Asia, Afrika dan Amerika]] dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang.
Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan di masa dahulu penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dnegan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
Adalah suatu badan yang melakukan kegiatan dibidang keuangan berupa usaha menghimpun dana, memberikan kredit, sebagai perantara dalam usaha mendapatkan sumber pembiayaan, dan usaha penyertaan modal, semuanya dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui penghimpunan dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga.
Lembaga bukan bank beroperasi dibidang pasar uang dan modal Segi usaha pokok yang dilakukan yaitu
- sektor pembiayaan pembangunan berupa pemberian kredit jangka menengah/panjang serta melakukan penyertaan modal.
- Usaha ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang-bidang tertentu seperti memberikan pinjaman kepada masyarakat berupa pegadaian.
Perbedaannya dengan bank. Lembaga keuangan bukan bank tidak diperkenankan menerima simpanan baik dalam bentuk giro, deposito maupun tabungan. Penghimpunan dana hanya dapat dilakukan dengan pengeluaran kertas berharga. Jenis Lembaga Keuangan Bukan Bank yaitu :
Perbedaannya dengan bank. Lembaga keuangan bukan bank tidak diperkenankan menerima simpanan baik dalam bentuk giro, deposito maupun tabungan. Penghimpunan dana hanya dapat dilakukan dengan pengeluaran kertas berharga. Jenis Lembaga Keuangan Bukan Bank yaitu :
1. Asuransi
2. Lembaga pembiayaan
3. Pegadaian
4. Penyelenggara dana pensiun
Sumber Hukum Perbankan
- UU No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan UU Kepailitan
- Peraturan Pemerintah
- Surat Keputusan presiden
- Keputusan Menteri Keuangan
- Surat Keputusan dan Surat Edaran Bank Indonesia
- Peraturan lainya yang berhubungan erat dengan kegiatan perbankan, misalnya : Peraturan Menteri Agraria mengenai Hipotik dan Credietverband, dan sebagainya.
A. TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
- Untuk mungetahui jenis-jenis bank yang ada di Indonesia.
- Untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum perbankan di inggris, amerika serikat, dan di Indonesia.
B. MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : agar Pembaca dapat lebih mendalami sejarah perkembangan hukum Perbankkan di indonesia
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ASPEK-ASPEK DALAM PERBANKKAN
A. Pengertian Hukum Perbankkan
Menurut undang-undang perbankan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Industri ini menjadi lebih kompetitif karena deregulasi peraturan. Saat ini, bank memiliki fleksibilitas pada layanan yang mereka tawarkan, lokasi tempat mereka beroperasi, dan tarif yang mereka bayar untuk simpanan deposan.
Hukum yang mengatur masalah perbankan adalah hukum perbankan. Hukum ini merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh bank, perilaku petugas petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut Sedangkan menurut
Drs. Muhammad Djumhana, S.H pengertian hukum perbankan adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.
A. URAIAN TENTANG JENIS-JENIS BANK
1. Bank Sentral
Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan serta menjalan fungsi sebagai lender of the last resort.
2. Bank Komersial
Bank komersial adalah kelompok terbesar lembaga penyimpanan bila diukur dengan besarnya asset. Mereka melakukan fungsi serupa dengan lembaga-lembaga tabungan dan credit unions, yaitu, menerima deposito (kewajiban) dan membuat pinjaman ( Namun, mereka berbeda dalam komposisi aktiva dan kewajiban, yang jauh lebih bervariasi).
3. Bank Umum
Pengertian bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank).
Bank umum mempunyai banyak kegiatan. Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang utama antara lain:
a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan;
b) memberikan kredit;
c) menerbitkan surat pengakuan utang;
d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan bank itu sendiri;
e) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga;
f) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; dan
g) melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
4. Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Ada kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh BPR, yaitu:
a) menerima simpanan berupa giro,
b) mengikuti kliring,
c) melakukan kegiatan valuta asing,
d) melakukan kegiatan perasuransian.
Adapun bentuk kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR meliputi hal-hal berikut ini.
a) Menghimpun dana dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan deposito.
b) Memberikan pinjaman kepada masyarakat.
c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah.
5. Bank Investasi
Jones (2004) mendefinisikan investasi sebagai komitmen menanamkan sejumlah dana pada satu atau lebih aset selama beberapa periode pada masa mendatang. Definisi yang lebih lengkap diberikan oleh Reilly dan Brown, yang mengatakan bahwa investasi adalah komitmen mengikatkan aset saat ini untuk beberapa periode waktu ke masa depan guna mendapatkan penghasilan yang mampu mengkompensasi pengorbanan investor berupa:
1. Keterikatan aset pada waktu tertentu
2. Tingkat inflasi
3. Ketidaktentuan penghasilan pada masa mendatang.
Dari definisi yang disampaikan ketiga pakar investasi tersebut kita bisa menarik pengertian investasi, bahwa untuk bisa melakukan suatu investasi harus ada unsur ketersediaan dana (aset) pada saat sekarang, kemudian komitmen mengikatkan dana tersebut pada obyek investasi (bisa tunggal atau portofolio) untuk beberapa periode (untuk jangka panjang lebih dari satu tahun) di masa mendatang.
6. Bank Devisa
Bank Devisa adalah bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. Misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, traveller cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.
7. Bank Retail
Bank retail bertujuan untuk menbiayai anggaran negara, diversifikasi sumber pembiayaan, memperluas basis investor, mengelola portofolio pembiayaan negara dan menjamin tertib administrasi pengelolaan barang milik negara.
8. Bank Korporat
Pertumbuhan pembiayaan sektor korporasi pada tahun 2007 didorong oleh penerapan beberapa strategi, antara lain:
• Meningkatkan dan mempercepat ekspansi kredit secara selektif dengan target menjadi perusahaan yang unggul dalam bisnis korporasi
• Meningkatkan pemasaran dan cross-selling produk BNI lain kepada nasabah yang ada, khususnya yang termasuk dalam kategori kredit lancar. Memperluas basis debitur korporasi, dengan menangkap bisnis dari perusahaan pemasok (supply chain companies) untuk mendukung pertumbuhan kredit segmen UKM
• Bekerjasama dengan perusahaan strategis seperti Pertamina, Telkom, Jasa
Selain strategi penanganan NPL kredit korporasi, strategi berikut merupakan fokus utama 137 perbankan korporasi BNI dalam menghadapi tahun 2008:
• Memprioritaskan pendekatan pada perusahaan terkemuka, yaitu perusahaan swasta yang telah go publik dan BUMN yang memiliki nilai strategis.
• Agresif membiayai debitur yang mengelola proyek infrastruktur (jalan tol, pembangkit tenaga listrik, telekomunikasi dan transportasi) melalui pola pembiayaan sindikasi.
• Mengembangkan pembiayaan agribisnis yang menghasilkan komoditas ekspor seperti karet, coklat, gula dan produk agribisnis lainnya.
• Mendorong pengembangan produk kunci seperti corporate finance, trade finance dan cash management.
9. Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya.
Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas. Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba. Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah. Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.
10. Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962. Bank Pembangunan (Development Bank), yaitu bank baik milik negara, swasta, maupun koperasi baik pusat maupun daerah yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito, dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang dibidang pembangunan.
A. KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN
Dalam pasal 50 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah disebutkan bahwa “Pembinaan dan pengawasan bank syariah dan UUS dilakukan oleh Bank Indonesia”. Pada prinsipnya, pengaturan penyatuan sistem tata perbankan bagi sebuah negara dilakukan oleh bank sentral, di Indonesia dalam hal ini dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat, dan aman. Bank Indonesia yang memegang otoritas pembinaan dan pengawasan bank dibekali dengan kewenangan yang berkaitan dengan perizinan, mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang memberi landasan kerja yang sehat bagi bank serta mengawasi dan memberikan pembinaan kepada bank dalam menjalankan segala usaha bank tersebut dengan tujuan mendorong terwujudnya sistem perbankan yang sehat.
Kegiatan pengawasan bank tersebut sebagai pelaksanaan monetary supervision dimaksudkan untuk memonitor dan mengetahui lembaga keuangan bank dalam hal ini mematuhi ketentuan aturan yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter dan menjalankan usaha perbankannya.Dengan perkataan lain, tujuan umum dari pengaturan dan pengawasan bank adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek, yaitu perbankan yang dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dalam arti di satu pihak memerhatikan faktor risiko seperti kemampuan, baik dari sistem, finansial, maupun sumber daya manusia.7 Bank perlu dibina dan diawasi mengingat fungsi bank adalah mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat di samping penyediaan pemberian jasa-jasa keuangan lainnya.
Bank syariah dalam melaksanakan tugas dan kegiatannya wajib berpedoman pada prinsip-prinsip perbankan syariah yang sehat dan mematuhi ketentuan yang berlaku. Dalam hubungannya dengan prinsip tersebut, bank perlu memahami fungsinya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dan karenanya bank harus menghindari praktek-praktek dan kegiatan yang diperkirakan akan atau dapat membahayakan kelangsungan hidup bank atau kepentingan masyarakat. Bank sebagai penghimpun dan penyalur dana publik harus memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi di mata masyarakat dan dunia usaha.
Reputasi ini merupakan keniscayaan, dan untuk mendapatkannya bukanlah perkara yang mudah. Ia harus diusahakan dengan kerja keras dan dengan disiplin yang tidak mengenal lelah. Namun, ketika kepercayaan telah diraih, maka usaha untuk mempertahankannya juga bukan pekerjaan mudah. Bisa saja suatu kasus kecil dapat menciderai tingkat kepercayaan itu dan pada gilirannya akan berubah menjadi malapetaka.
BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERBANKAN
A. SEJARAH LAHIRNYA LEMBAGA PERBANKAN DI DUNIA
Sistem perbankan dalam bentuknya yang sederhana telah ada sejak tahun 2000 SM di Babilonia. Pada waktu itu lemabaga perbankan yang lebih dikenal dengan sebutan Temples of Babylon mempunyai aktifitas berupa peminjaman emas dan perak dengan tingkat suku bunga 20% setiap bulannya.
Pada zaman Yunani dan Romawi Kuno, praktek pemberian kredit sudah lazim dilakukan. Demikian juga yang terjadi Assyria, Phoenicia, dan Mesir. Sekitar tahun 500 SM bermunculanlah bankir-bankir professional di Yunani menurut zaman itu, dan disana terdapat bank yang disebut dengan Greek Temple, yang mempunyai kegiatan di bidang simpan pinjam dengan para nasabahnya yaitu masyarakat. Pada zaman Romawi kegiatan perbankan sudah lebih luas yakni berupasimpanan uang dalam deposito, pemberian kredit dan tukar menukar mata uang.Selanjutnya sejak tahun 1349, bisnis dari suatu bank sudah dipraktekkan oleh para pedagang kain di Barcelona.
Sampai kemudian di tahun 1401, sebuah bank umum didirikan di Barcelona dengan kegiatan-kegiatan antara lain penukaran uang, penerimaan deposito, dan diskonto Bill of Exchange.
The Bank of Genoa didirikan pada tahun 1407 dan The Bank of Amsterdam didirikan pada tahun 1609. Sedangkan pengaturan hukum masalah perbankan sudah ada sejak tahun 1374 pada pemerintahan negara Italy yang melarang bank untuk melakukan kegiatan trading dalam komoditi yang bersifat spekulatif, atau melarang investasi yang melebihi 1 ½ kali dari jumlah yang mereka telah diinvestasikan dalam obligasi pemerintah.
B. SEJARAH HUKUM PERBANKAN DI INGGRIS
Perbankan di Inggris sudah ada sejak abad 17. Waktu itu para tukang emas mempunyai kebiasaan untuk mengeluarkan uang kertas yang dapat dibayar on demand dan berfungsi sebagai jaminan dari emas-emas yang disimpan padanya.
Selanjutnya pada awal abad ke 19, tepatnya pada tahun 1707, di Inggris telah dikeluarkan undang-undang yang menjadikan Small Private Partnership sebagai model bagi beroperasinya perbankan di Inggris, disamping The Bank Of England.Krisis yang terjadi di Inggris pada tahun 1825 mengubah kembali sistem perbankan disana.
Dengan dikeluarkannya undang-undang tahun 1826 yang memperbolehkan suatu bank dengan system joint stock dengan kewenangan untuk mengisukan notes, tetapi hanya dapat didirikan diluar radius 65 mil dari kota London. Dengan adanya undang-undang tahun 1826 ini bermunculanlah joint stock bank dengan cabang-cabangnya diseluruh Inggris, kecuali di London. Banyaknya berdirinya Joint Stock bank di Inggris pada saat itu telah menimbulkan fenomena baru dalam sejarah hokum perbankan. Yaitu dengan semakin terkonsolidasi dan terkonsentrasinya bank-bank besar atau bank dengan banyak cabang.
Tidak heran jika kemudian terjadi kombinasi megabank seperti yang dikenal dengan The Big Four yang terdiri dari The Midland Bank, The Lloyds Bank, Barclays bank, dan The National Westminster. Pada tahun 1879 dikeluarkanlah The Companies Act yang member kesempatan kepada bank-bank yang sebelumnya bukan perseroan terbatas untuk didaftar menjadi perseroan terbatas.
C. SEJARAH HUKUM PERBANKAN DI AMERIKA SERIKAT
Di Amerika Serikat dikenal dua sistem perbankan yaitu: The National bank dan The State bank. The National Bank merupakan system perbankan federal yang pada prinsipnya tunduk pada The National bank Act tahun 1913. Sementara The State Bank adalah system perbankan yang diawasi oleh masing-masing pemerintah Negara bagian.
Sebagai konsekuensinya sejarah hukum perbankan juga dari perkembangan masing-masing system perbankan tersebut yang saling berbeda. Awal sejarah perbankan di Amerika Serikat dimulai dengan keberadaan Land Bank yang mempunyai aktivitas antara lain menerbitkan paper currency yang menjadi semacam pinjaman bagi pihak pengelola tanah dan real estate.Pada abad ke 13, didirikanlah semacam bank-bank swasta oleh para pedagang yang antara lain mempunyai kegiatan melakukan kegiatan diskonto terhadap Commercial Paper jangka pendek dan menerbitkan private bill of credit. Bank pertama yang didirikan di Amerika Serikat adalah The Bank of North America yang didirikan tahun 1782.
Tetapi tahun 1787 terjadi recharter dari The Bank of North America yang melarang dengan tegas bank dalam hal ini dipandang sebagai ciptaan pemrintah pusat, untuk melakukan trading terhadap merchandise dan melarang bank untuk memiliki lebih banyak lagi real estate.
Pada tahun 1838 di negara bagian New York dikembangkan Free Banking System dengan dikeluarkannya undang-undang untuk itu pada tahun tersebut, yang memberi kesempatan kepada siapa saja untuk ikut berbisnis dibidang perbankan asalkan mengikuti persyaratan yang berkenaan dengan keamanan bank sebagaimana yang tercata dalam General State Act yang antara lain mengharuskan adanya collateral yang cukup untuk menjamin penebusan dari Note Issue.
Berbagai masalah yang dihadapai oleh State Bank dan adanya depresiasi terhadap mata uang, akhirnya dikeluarkanlah The National Banking Act pada tanggal 3 Maret 1868.
Tujuan undang-undang tersebut adalah untuk menyediakan kecukupan mata uang nasional, penjaminan terhadap saham-saham di Amerika Serikat, mempermudah penerbitan Government Bond dan lain-lain.
Untuk melaksanakan undang-undang tersebut diangkatlah The Controller of Currency dengan memberikannya kewenangan untuk mmberikan, mengawasi atau menahan izin (charter) dan tindakan pengawasan lainnya.
Untuk melaksanakan undang-undang tersebut diangkatlah The Controller of Currency dengan memberikannya kewenangan untuk mmberikan, mengawasi atau menahan izin (charter) dan tindakan pengawasan lainnya.
Agar bank-bank lebih fleksibel terhadap mata uang maka pada tahun 1908 di Amerika Serikat dikeluarkanlah undang-undang yang disebut dengan The Aldrich Vreeland Act. Ketentuan dari undang-undang ini adalah bahwa setiap sepuluh atau lebih bank nasional dengan penjumlahan modal tidak kurang dari US 5000000, dan reserve fund sebesar 20 %dapat mendirikan The National Currency Association. Pada tahun 1913 diudangkanlah undang-undang yang disebut dengan The Federal Reserve Act, dan atas dasar undang-undang ini terbentuklah Federal Reserve Bank yakni sebuah bank sentral dengan system regional untuk menciptakan currency yang fleksibel. Inilah bank sentral versi Amerika Serikat.
Depresi ekonomi yang terjadi di tahun tiga puluhan menunjukkan bahwa:
1. 1921-1929 ada 5642 bank yang gagal
2. 1930 ada 1345 bank gagal
3. 1931 ada 2298 bank gagal
4. 1932 ada 1456 bank gagal
5. 1933 ada 237 bank gagal
Kegagalan demi kegagalan tersebut mendorong dikeluarkannya Undang-undang perbankan tahun 1933 yang mencoba menata kembali system perbankan di Amerika Serikat. Hal ini dilakukan dengan jalan pengetatan penggunaan asset-aset bank yang lebih aman dan efektif, pengaturan interbank control, dan pencegahan penggunaan dana pada hal yang bersifat spekulatif. Tahun 1978 terjadi perkembangan khususnya dalam hubungan dengan bank-bank asing
yang beroperasi di Amerika Serikat, dengan dikeluarkannya undang-undang The
Internasional Banking Act.
yang beroperasi di Amerika Serikat, dengan dikeluarkannya undang-undang The
Internasional Banking Act.
Yang dimaksudkan untuk menyeragamkan perlakuan Negara terhadap bank-bank asing. Tahun 1980 terjadi perkembangan yang cukup berarti dalam sistem perbankan di Amerika Serikat, dengan dikeluarkannya The Depository Institutions Deregulation and Monetary Act, 1980 untuk menata kembali persoalan yang berkenaan dengan reserve requirements, banking services, interest rate ceiling dan bentuk-bentuk deposito.
D. SEJARAH HUKUM PERBANKKAN DI INDONESIA
Perkembangan hukum perbankan di Indonesia diklasifikasikan menjadi bebrapa periode yaitu:
1. Masa penjajahan Belanda
Sejarah perbankan dan hukum perbankan dimulai sejak zaman VOC. Suatu perusahaan dagang yang beroperasi sebagai bank yakni dengan berdirinya De Nederlandsce Handel Maatschappij (NHM) pada tahun 1824.
Pada tahun 1827 Belanda secara resmi mendirikan sebuah bank yang disebut De Javasche Bank yang sekarang menjadi Bank Indonesia, sementara Nederlandsce Handel Maatschappij (NHM) kemudian menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia.
Tahun 1857 didirikan bank swasta dengan nama NV Escompto Bank yang kemudian dinasionalisasikan menjadi Bank Dagang Negara. Zaman pemerintahan Hindia Belanda Lembaga Perkreditan Desa sudah diakui terutama setelah dikeluarkannya S. 1929 Nomor 357, tanggal 14 September 1929 yang berisikan
ketentuan tentang badan-badan perkreditan desa dalam provinsi-provinsi di Jawa dan Madura diluar wilayah Kotapraja (kabupaten).
ketentuan tentang badan-badan perkreditan desa dalam provinsi-provinsi di Jawa dan Madura diluar wilayah Kotapraja (kabupaten).
2. Masa pemerintahan Jepang
Masa pendudukan Jepang bank-bank yang sudah ada ditutup atau dikuasai oleh pemerintah bala tentara Jepang. Satu-satunya bank yang dikuasai oleh Indonesia adalah Bank Rakyat Indonesia.
Tetapi pada masa pemerintahan Jepang, beberapa bank yang ditutup oleh pemerintah Hindia Belanda kemudian dibuka kembali, seperti Bank of Taiwan, Yokohama Bank, Mitsui Bank dan Nanpo Kaihatsu Kinko yang pada tanggal 1 Apri 1943 membuka 4 kantor di pulau Jawa dan Sumatera.
3. Masa orde lama
Dalam Sidang Dewan Menteri tanggal 19 September 1945 Indonesia mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah bank sirkulasi berbentuk bank milik Negara.
Pelaksanaannya dipercayakan kepada R.M Margono Djojohadikusumo. Realisasinya pada tanggal 14 Oktober 1945 dengan akta notaris P.M Soerojo terbentuklah Yayasan Pusat Bank Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1946 diresmikanlah Bank Negara Indonesia 1946, yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 1946, pada tanggal 5 Juli 1946.
Selain sebagai bank komersil, BNI ’46 juga berfungsi sebagai bank sentral. Bank pemerintah lainnya adalah Bank Rakyat Indonesia yang beroperasi berdasarkan peraturan pemerintah nomor 1 tahun 1946.
Disamping berdirinya bank-bank pemerintah pada masa awla-awal kemerdekaan banyak pula berdiri bank-bank swasta sampai kedaerah-daerah. Pengaturan dalam undang-undang mengenai perbanka untuk pertama kali diatur adalam Undang-undang Nomor 11 tahun 1953 tentang undang-undang poko Bank Indonesia, yang kemudian dicabut dengan undang-undang nomor 14 tahun 1967.
undang-undang nomor 14 tahun 1967 ini kemudian dicabut kembali dengan undang-undang nomor 7 tahun 1992 dan diubah lagi dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998. Bank Belanda yang pertama kali dinasionalisasikan adalah Nasionale Handels Bank yang merupakan sebuah perseroan terbatas yang bergerak dibidang pembiayaan perusahaan perkebunan.
Lalu pemerintah menasionalisasikan juaga PT Escompto Bank, untuk keperluan tersebut pemerintah mendirikan bank Dagang Negara dengan undang-undang nomor 13/prp/1960. Disamping bank-bank hasil nasionalisasi bank-bank pemerintah Belanda, pada masa tersebut berdiri pula Bank-bank Pembangunan Daerah yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah.
4. Masa orde baru sebelum pakto 1988
Tumbangnya rezim pemerintahan orde lama, maka masalah pembangunan ekonomi dan pembenahan moneter dikembangkan secara serius. Dengan demikian digunakanlah prinsip anggaran berimbang dan lalu lintas devisa besar.
Oleh karena itu pada tahun 1967, dengan undang-undang nomor 14 tahun 1967 diundangkanlah undang-undang perbankan yang baru, yang diikuti dengan pembuatan undang-undang tentang bank sentral nomor 13 tahun 1968 yang menggantikan undang-undang pokok Bank Indonesia tahun 1963.
Setelah dibenahi perangkat perundang-undangan pokok tersebut, diterbitkanlah peraturan perundang-undangan yang bersifat administratif yang sebenarnya lebih merupakan deregulasi.
Beberapa hal yang penting dalam deregulasi juni 1983 ini adalah penghapusan pagu kredit bank-bank negara dibebaskan untuk menetapkan tingkat suku bunga dan pengurangan jumlah kredit likuiditas.
5. Masa orde baru setelah pakto 1988
Setelah deregulasi tahun 1983, deregulasi yang lebih fundamental dilakukan tahun 1988 dengan Paket Deregulasi Oktober 1988 (pakto 1988). Paket deregulasi 1988 ini memberi kemudahan bagi pertumbuhan bank-bank swasta hingga tidak mengherankan setelah paket deregulasi ini bank-bank swasta tumbuh bagai jamur dimusim hujan. Perkembangan perbankan setelah pakto 1988 memang pesat, tetapi kurang terkontrol hingga menimbulkan berbagai masalah dalam praktek dan prinsip Prudent Banking sama sekali diabaikan.
Akibatnya tahun 1991, Bank Duta sempat limbung karena banyak rugi dalam permainan valas yang tidak terkendalai, Bank Majapahit megap-megap karena kejahatan yang dilakukan oleh pimpinan sekaligus pemiliknya dan beberapa bank lain yang hamper limbung.
- Masa setelah krisis moneter 1997
Gejolak moneter dipenghujung 1997 mengakibatkan ditutupnya (dilukidasi) 16 bank yang dilakukan oleh menteri keuangan dalam keputusannya masing-masing tertanggal 1 november 1997. Terhadap nasabah keenambelas bank yang telah diluidasi tersebut diberikan talangan oleh Bank Indonesia yakni mengembalikan secara penuh atas tabungan/deposito dan giro untuk jumlah sampai dengan dua puluh juta rupiah.
Pemerintah juga menganjurkan pada bank-bank yang terlalu banyak jumlahnya tersebut untuk melakukan merger hingga dapat bertahan sampai abad 21.
Setelah merger, bank-bank pemerintah menciut menjadi:
a. Bank hasil merger antara Bank dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)
b. BNI 1946, sedangkan BTN menjadi anak perusahaan BNI 1946
c. Bank Rakyat Indonesia.
Sebelum rencana merger terhadap 3 bank tersebut diatas dilaksanakan, pemerintah mengubah lagi rencananya untuk menggabungkan kelima bank pemerintah tersebut menjadi hanya satu bank yang disebut dengan bank Mandiri.
Dimulai sejak masa krisis moneter 1997 oleh pemerintah dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dimana bank-bank yang dalam kondisi tidak sehat dimasukkan kedalam perawatan BPPN.
- Masa era reformasi sampai sekarang
Di masa era reformasi, perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia.
Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain.
- NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank OCBCNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung
- Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI '46.
- Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
- Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.
- Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
- Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
- Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
- NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
- Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.
- Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi itu sendiri dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan asas yang digunakan dalam perbankan, maka tujuan perbankan Indonesia adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
B. SARAN
Dalam penulisan makala ini masih terdapat banyak kesalahan, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan penulis sebagai bahan penyempurnaan makala berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Widjanarto. 2003. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Kasmir.2000. Manajemen Perbankan..Jakarta:Rajawali Press.
Prawiroardjo, Priasmoro.1987. Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan. Gramedia, Jakarta.
Kasmir. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Prasetya,Rudhy.1983. Kedudukan Mandiri dan Pertanggungjawaban dari
Perseroan Terbatas. Surabaya: Airlangga
Langganan:
Postingan (Atom)